Weed - Marijuana

Senin, 17 November 2014

Dampak Krisis Eropa Terhadap Pasar Modal

DAMPAK KRISIS EROPA TERHADAP PERKEMBANGAN PASAR MODAL DAN INVESTASI DI INDONESIA Krisis yang sedang melanda eropa tentu memberikan dampak terhadap Indonesia. Sebagai Negara yang ikut andil dalam perekonomian dunia. Indonesia merupakan negara paling tahan terhadap dampak krisis Eropa dan Amerika Serikat dibandingkan negara Asia lain karena tidak terlalu mengandalkan ekspor sebagai tumpuan perekonomian. Saat ini, krisis keuangan di Eropa dan Amerika Serikat berdampak secara tidak langsung terhadap negara-negara di Asia. Negara-negara Asia hanya terkena dampak turunan yang disebabkan perlambatan ekonomi negara tujuan ekspor. Menurut Gita Irawan Wirjawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Dalam seminar yang bertema Indonesia 2012: Riding Optimism and Challenges Ahead di Jakarta, Rabu (12/10),menyatakan jika melihat struktur ekonomi Indonesia secara keseluruhan dampak krisis hanya akan berpengaruh terhadap ekspor. Indonesia lambat laun akan terkena pengaruh krisis Eropa dan AS jika masih berlarut-larut penyelesaiannya, meski pengaruhnya tidak akan besar dibandingkan negara-negara Asia lainnya..[1] Indonesia dinilai cukup terinsulasi dari dampak krisis global, berdasarkan hasil empat tes tekanan (stress test), yakni krisis Eropa, krisis keuangan Amerika Serikat, terjadinya gelembung aset (bubble aset), dan potensi merosotnya permintaan barang (demand shock).[2] Dari empat layer stress test tersebut, ekonomi In¬donesia terlihat paling mera¬sa¬kan dampak perlambatan eko¬nomi jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya se¬perti negara India.[3] Meski demikian, potensi investasi dan peningkatan ekonomi domestik tetap positif. Investasi akan tetap meningkat 15% hingga akhir tahun 2012. [4] 98,4% investasi dari negara-negara Eropa mengalir ke berbagai negara di Asia.”Sebanyak 1,6% investasi dari Uni Eropa datang ke Indonesia,” tandasnya. Julian mengatakan, pemberian hibah terus dilakukan meskipun saat ini Eropa sedang terbelit persoalan krisis utang. Uni Eropa memberikan bantuan hibah sebesar 12,5 juta euro kepada pemerintah Indonesia untuk memperkuat dan mendukung sektor perdagangan dan investasi. Bantuan pendanaan tersebut melalui program Trade Cooperation Facility (TCF).Uni Eropa menyiapkan dana 400 juta euro sepanjang 2007–2013 untuk bantuan hibah ke seluruh Negara. Untuk bidang perdagangan dan investasi sekitar 60 juta euro. Untuk Indonesia 12,5 juta euro. Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto menyebutkan, jika dihitung, total hibah yang diberikan Uni Eropa kepada Indonesia sejak 2011 mencapai 186,5 juta euro. Nilai tersebut merupakan kumulatif dari 24 kali pemberian bantuan. Hibah yang masih aktif sebanyak 6, sisanya 18 program sudah dibayar. Rahmat menjelaskan, hibah sebesar 12,5 juta euro akan didistribusikan untuk proyekproyek perdagangan dan kebijakan investasi, fasilitas investasi dan hak kekayaan intelektual, perencanaan dan efisiensi, serta inovasi teknologi. Hibah akan diberikan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Perdagangan, dan Badan Penerapan Pengkajian Teknologi (BPPT).[5] Bursa Efek Indonesia (BEI)pun menilai, kondisi pasar saham di Indonesia saat ini kembali menunjukkan tanda positif seiring kembali masuknya investor asing ke dalam negeri serta penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG). Menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Eddy Sugito di Jakarta, pelaku pasar asing yang sempat keluar dari pasar saham dalam negeri, secara bertahap investor kembali masuk ke Indonesia. Ketika pasar anjlok pada September lalu, pelaku pasar asing banyak yang keluar, namun kondisi ekonomi Indonesia yang mempunyai pondasi positif dapat menahan krisis global dan mereka melihat situasi itu sehingga memicu investor kembali masuk ke Indonesia. Kepercayaan terhadap Indonesia masih tinggi. Keluarnya pelaku asing hanya bersifat sementara, setelah cooling down mereka kembali masuk, apalagi fundamental perusahaan tercatat di BEI mempunyai kinerja positif..[6] Krisis yang tejadi di eropa juga membawa pengaruh terhadap nilai mata uang Indonesia. Menurut Ifan Kurniawan,rupiah masih akan berkisar di antara Rp8.800 sampai Rp9.000 per dolar AS, karena tekanan global yang masih tinggi. Pergerakan rupiah sampai saat ini sulit untuk bisa menguat kembali seperti sebelumnya yang sempat mencapai Rp8.425 per dolar.Volatilitas (tak menentu) rupiah karena faktor ekonomi makro Indonesia yang tetap bagus dengan ekonomi yang tumbuh mencapa 6,5%.Apabila ekonomi makro Indonesia melemah, kemungkinan rupiah akan makin terpuruk terhadap dolar AS. Meski demikian, masih ada peluang untuk rupiah menguat, apabila arus modal asing kembali masuk ke pasar, setelah krisis utang Yunani mulai membaik.[7]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar